Selasa, 22 Desember 2009

Bangsa Indonesia Kurang Maju ?

Hal yang amat serius di samping kemunduran-kemunduran dalam kehidupan ekonomi dan sosial budaya yang tampak lahir pada zaman pra revolusi, juga tampak beberapa kelemahan dalam mentalitas banyak orang Indonesia. Sifat-sifat kelemahan tersebut, yang bersumber pada kehidupan penuh keragu-raguan dan kehidupan tanpa berpedoman dan tanpa orientasi yang tegas adalah:

1. SIFAT MENTALITAS YANG MEREMEHKAN MUTU
Kebutuhan akan kualitas dari hasil karya kita dan rasa peka kita terhadap mutu sudah hampir hilang. Hal ini akibat dari kemiskinan hebat yang melanda bangsa kita, sampai tidak sempat memikirkan mengenai mutu dari pekerjaan yang dihasilkan dan mutu dari barang dan jasa yang kita konsumsi. Kita tidak memiliki daya saing dalam produksi ekspor, dimana produksi kita masih dimonopoli oleh sejumlah orang mampu dan tenaga ahli yang terbatas

Masalah mentalitas meremehkan mutu ini disebabkan karena proses penyebaran, perluasan, pemerataan, dan ekstensifikasi dari sistem pendidikan kita yang tidak disertai dengan perlengkapan sewajarnya dari prasarana-prasarana pendidikan.

2. SIFAT MENTALITAS YANG SUKA MENEROBOS
Mentalitas yang bernafsu untuk mencapai tujuan secepat-cepatnya tanpa banyak kerelaan berusaha dari permulaan secara langkah demi langkah kita sebut saja “mentalitas menerobos”. Merupakan akibat dari mentalitas yang meremehkan mutu di atas. Dalam masyarakat Indonesia sekarang ini terlampau banyak usahawan baru yang mau saja mencapai dan memamerkan taraf hidup yang mewah dalam waktu singkat. Dengan cara yang tidak lazim, atau dengan cara “menyikat keuntungan sebesar-besarnya mumpung masih ada kesempatan”, tanpa mau untuk mengunyah pahit getirnya rasa permulaan berusaha. Sekarang ini tampak pula terlampau banyak pegawai junior yang ingin mencapai fasilitas-fasilitas pangkat tinggi dalam waktu singkat, dengan cara menerobos, tanpa rela berkorban dan berjuang melawan kesukaran-kesukaran dalam mencapai suatu keterampilan dan kepandaian ilmu yang diperlukan.

3. SIFAT TAK PERCAYA DIRI
Menurut penelitian Koentjaraningrat, sifat tak percaya diri tampak pada golongan-golongan yang hidup di kota, yaitu golongan pegawai (di antara golongan petani di desa-desa, suatu penelitian mengenai kepercayaan diri tidak amat relevan. Karena jalan kehidupan petani sudah ditentukan dengan mantap). Sikap tak percaya diri itu rupanya adalah konsekuensi dari serangkaian kegagalan, terutama dalam bidang pembangunan yang dialami oleh bangsa Indonesia pada zaman pra revolusi. Pada zaman kolonial, nilai budaya itu telah menimbulkan rasa kekurangan akan kemampuan sendiri. Rasa itu hanya dengan lambat sekali dapat hilang dari mentalitas generasi-generasi orang Indonesia yang pernah mengalami konsekuensi-konsekuensi sistem kolonial. Untuk waktu yang lama, sesudah tidak ada penjajah lagi, masih ada juga orang-orang Indonesia yang selalu lebih lekas percaya atau lebih mendengarkan pendapat orang asing yang berkulit putih, dari pada pendapat ahli bangsa sendiri. Sebaliknya, banyak pula orang Indonesia yang secara berlebihan menentang dan bersifat agresif terhadap orang asing yang berkulit putih, sebagai kompensasi untuk menutupi rasa kurang percaya diri.

4. SIFAT TIDAK DISIPLIN MURNI
Merupakan suatu sifat yang justru pada zaman setelah revolusi tampak makin memburuk dan merupakan salah satu pangkal daripada banyak masalah sosial budaya yang kita sekarang hadapi.

Banyak orang Indonesia, terutama di kota-kota, hanya berdisiplin karena takut akan pengawasan atas. Pada saat pengawasan itu kendor atau tidak ada, maka hilanglah juga hasrat murni dalam jiwanya untuk secara ketat menaati peraturan-peraturan.

5. SIFAT MENTALITAS YANG SUKA MENGABAIKAN TANGGUNG JAWAB YANG KOKOH
Tanggung jawab dalam kewajiban pekerjaan sehari-hari, sesudah zaman kemerdekaan tidak dipupuk dengan sungguh-sungguh. Dalam zaman kolonial dahulu, orang diajar bertanggung jawab dan memang banyak orang zaman itu memperlihatkan suatu rasa ranggung jawab terhadap pekerjaannya walaupun sebagian besar rupanya hanya memperlihatkan rasa itu karena takut pada atasannya yang tidak akan ragu-ragu menjatuhkan sanksi-sanksi yang keras. Dengan demikian, tanggung jawab dalam mentalitas manusia ditanamkan dengan sanksi-sanksi yang sebaliknya tergantung pada norma-norma tertentu. Dalam proses penjebolan norma-norma kolonial, norma-norma yang juga penting dalam hubunganya dengan memupuk rasa tanggung jawab itu ikut terjebol. Maka orang jadi ragu tentang hal-hal mana dan kepada siapa ia harus bertanggung jawab.

Kalau ditinjau dari sudut itu, maka sifat tak adanya tenggung jawab sekarang ini sebenarnya dapat pula dikembalikan kepada nilai budaya tradisional yang terlalu banyak berorientasi kepada atasan. Sehingga tanggung jawab terhadap kewajiban itu hanya kuat apabila ada pengawasan yang keras dari atas. Dengan kendornya pengawasan dari norma-norma itu, maka hilanglah pula rasa tanggung jawab. Dengan analisis yang seperti itu, maka menurunnya rasa disiplin yang akhir-akhir ini juga tampak sebagai suatu gejala meluas dalam masyarakat Indonesia.
Read More...

Manusia Modern Ala Jepang

Setelah Hiroshima dan Nagasaki luluh lantak terkena bom atom sekutu (Amerika), Jepang pelan tapi pasti berhasil bangkit. Mau tidak mau harus diakui saat ini Jepang bersama China dan Korea Selatan sudah menjelma menjadi macan Asia dalam bidang teknologi dan ekonomi. Manusia atau masyarakat Jepang bisa dikatakan sebagai manusia modern karena Manusia atau masyarakat Jepang memiliki ciri yang menunjukkan mereka termasuk dalam masyarakat atau manusia modern. Adapun ciri-ciri dari masyarakat Jepang itu sendiri sebagai berikut :

1. KERJA KERAS
Sudah menjadi rahasia umum bahwa bangsa Jepang adalah pekerja keras. Rata-rata jam kerja pegawai di Jepang adalah 2450 jam/tahun, sangat tinggi dibandingkan dengan Amerika (1957 jam/tahun), Inggris (1911 jam/tahun), Jerman (1870 jam/tahun), dan Perancis (1680 jam/tahun). Seorang pegawai di Jepang bisa menghasilkan sebuah mobil dalam 9 hari, sedangkan pegawai di negara lain memerlukan 47 hari untuk membuat mobil yang bernilai sama. Seorang pekerja Jepang boleh dikatakan bisa melakukan pekerjaan yang biasanya dikerjakan oleh 5-6 orang. Pulang cepat adalah sesuatu yang boleh dikatakan “agak memalukan” di Jepang, dan menandakan bahwa pegawai tersebut termasuk “yang tidak dibutuhkan” oleh perusahaan. Di kampus, professor juga biasa pulang malam (tepatnya pagi ), membuat mahasiswa nggak enak pulang duluan. Fenomena Karoshi (mati karena kerja keras) mungkin hanya ada di Jepang. Sebagian besar literatur menyebutkan bahwa dengan kerja keras inilah sebenarnya kebangkitan dan kemakmuran Jepang bisa tercapai.

2. MALU
Malu adalah budaya leluhur dan turun temurun bangsa Jepang. Harakiri (bunuh diri dengan menusukkan pisau ke perut) menjadi ritual sejak era samurai, yaitu ketika mereka kalah dan pertempuran. Masuk ke dunia modern, wacananya sedikit berubah ke fenomena “mengundurkan diri” bagi para pejabat (mentri, politikus, dsb) yang terlibat masalah korupsi atau merasa gagal menjalankan tugasnya. Efek negatifnya mungkin adalah anak-anak SD, SMP yang kadang bunuh diri, karena nilainya jelek atau tidak naik kelas. Karena malu jugalah, orang Jepang lebih senang memilih jalan memutar daripada mengganggu pengemudi di belakangnya dengan memotong jalur di tengah jalan. Bagaimana mereka secara otomatis langsung membentuk antrian dalam setiap keadaan yang membutuhkan, pembelian ticket kereta, masuk ke stadion untuk nonton sepak bola, di halte bus, bahkan untuk memakai toilet umum di stasiun-stasiun, mereka berjajar rapi menunggu giliran. Mereka malu terhadap lingkungannya apabila mereka melanggar peraturan ataupun norma yang sudah menjadi kesepakatan umum.

3. HIDUP HEMAT
Orang Jepang memiliki semangat hidup hemat dalam keseharian. Sikap anti konsumerisme berlebihan ini nampak dalam berbagai bidang kehidupan. Di masa awal mulai kehidupan di Jepang, saya sempat terheran-heran dengan banyaknya orang Jepang ramai belanja di supermarket pada sekitar jam 19:30. Selidik punya selidik, ternyata sudah menjadi hal yang biasa bahwa supermarket di Jepang akan memotong harga sampai separuhnya pada waktu sekitar setengah jam sebelum tutup. Seperti diketahui bahwa Supermarket di Jepang rata-rata tutup pada pukul 20:00. Contoh lain adalah para ibu rumah tangga yang rela naik sepeda menuju toko sayur agak jauh dari rumah, hanya karena lebih murah 20 atau 30 yen. Banyak keluarga Jepang yang tidak memiliki mobil, bukan karena tidak mampu, tapi karena lebih hemat menggunakan bus dan kereta untuk bepergian. Termasuk pemanas ruangan menggunakan minyak tanah yang merepotkan masih digandrungi, padahal sudah cukup dengan AC yang ada mode dingin dan panas. Alasannya ternyata satu, minyak tanah lebih murah daripada listrik. Professor Jepang juga terbiasa naik sepeda tua ke kampus, bareng dengan mahasiswa-mahasiswanya.

4. LOYALITAS
Loyalitas membuat sistem karir di sebuah perusahaan berjalan dan tertata dengan rapi. Sedikit berbeda dengan sistem di Amerika dan Eropa, sangat jarang orang Jepang yang berpindah-pindah pekerjaan. Mereka biasanya bertahan di satu atau dua perusahaan sampai pensiun. Ini mungkin implikasi dari Industri di Jepang yang kebanyakan hanya mau menerima fresh graduate, yang kemudian mereka latih dan didik sendiri sesuai dengan bidang garapan (core business) perusahaan. Kota Hofu mungkin sebuah contoh nyata. Hofu dulunya adalah kota industri yang sangat tertinggal dengan penduduk yang terlalu padat. Loyalitas penduduk untuk tetap bertahan (tidak pergi ke luar kota) dan punya komitmen bersama untuk bekerja keras siang dan malam akhirnya mengubah Hofu menjadi kota makmur dan modern. Bahkan saat ini kota industri terbaik dengan produksi kendaraan mencapai 160.000 per tahun.

5. INOVASI
Jepang bukan bangsa penemu, tapi orang Jepang mempunyai kelebihan dalam meracik temuan orang dan kemudian memasarkannya dalam bentuk yang diminati oleh masyarakat. Menarik membaca kisah Akio Morita yang mengembangkan Sony Walkman yang melegenda itu. Cassete Tape tidak ditemukan oleh Sony, patennya dimiliki oleh perusahaan Phillip Electronics. Tapi yang berhasil mengembangkan dan membundling model portable sebagai sebuah produk yang booming selama puluhan tahun adalah Akio Morita, founder dan CEO Sony pada masa itu. Sampai tahun 1995, tercatat lebih dari 300 model walkman lahir dan jumlah total produksi mencapai 150 juta produk. Teknik perakitan kendaraan roda empat juga bukan diciptakan orang Jepang, patennya dimiliki orang Amerika. Tapi ternyata Jepang dengan inovasinya bisa mengembangkan industri perakitan kendaraan yang lebih cepat dan murah. Mobil yang dihasilkan juga relatif lebih murah, ringan, mudah dikendarai, mudah dirawat dan lebih hemat bahan bakar. Perusahaan Matsushita Electric yang dulu terkenal dengan sebutan “maneshita” (peniru) punya legenda sendiri dengan mesin pembuat rotinya. Inovasi dan ide dari seorang engineernya bernama Ikuko Tanaka yang berinisiatif untuk meniru teknik pembuatan roti dari sheef di Osaka International Hotel, menghasilkan karya mesin pembuat roti (home bakery) bermerk Matsushita yang terkenal itu.

6. PANTANG MENYERAH
Sejarah membuktikan bahwa Jepang termasuk bangsa yang tahan banting dan pantang menyerah. Puluhan tahun dibawah kekaisaran Tokugawa yang menutup semua akses ke luar negeri, Jepang sangat tertinggal dalam teknologi. Ketika restorasi Meiji (meiji ishin) datang, bangsa Jepang cepat beradaptasi dan menjadi fast-learner. Kemiskinan sumber daya alam juga tidak membuat Jepang menyerah. Tidak hanya menjadi pengimpor minyak bumi, batubara, biji besi dan kayu, bahkan 85% sumber energi Jepang berasal dari negara lain termasuk Indonesia. Kabarnya kalau Indonesia menghentikan pasokan minyak bumi, maka 30% wilayah Jepang akan gelap gulita Rentetan bencana terjadi di tahun 1945, dimulai dari bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, disusul dengan kalah perangnya Jepang, dan ditambahi dengan adanya gempa bumi besar di Tokyo. Ternyata Jepang tidak habis. Dalam beberapa tahun berikutnya Jepang sudah berhasil membangun industri otomotif dan bahkan juga kereta cepat (shinkansen). Mungkin cukup menakjubkan bagaimana Matsushita Konosuke yang usahanya hancur dan hampir tersingkir dari bisnis peralatan elektronik di tahun 1945 masih mampu merangkak, mulai dari nol untuk membangun industri sehingga menjadi kerajaan bisnis di era kekinian. Akio Morita juga awalnya menjadi tertawaan orang ketika menawarkan produk Cassete Tapenya yang mungil ke berbagai negara lain. Tapi akhirnya melegenda dengan Sony Walkman-nya. Yang juga cukup unik bahwa ilmu dan teori dimana orang harus belajar dari kegagalan ini mulai diformulasikan di Jepang dengan nama shippaigaku (ilmu kegagalan).

7. BUDAYA BACA
Jangan kaget kalau anda datang ke Jepang dan masuk ke densha (kereta listrik), sebagian besar penumpangnya baik anak-anak maupun dewasa sedang membaca buku atau koran. Tidak peduli duduk atau berdiri, banyak yang memanfaatkan waktu di densha untuk membaca. Banyak penerbit yang mulai membuat man-ga (komik bergambar) untuk materi-materi kurikulum sekolah baik SD, SMP maupun SMA. Pelajaran Sejarah, Biologi, Bahasa, dsb disajikan dengan menarik yang membuat minat baca masyarakat semakin tinggi. Budaya baca orang Jepang juga didukung oleh kecepatan dalam proses penerjemahan buku-buku asing (bahasa inggris, perancis, jerman, dsb). Konon kabarnya legenda penerjemahan buku-buku asing sudah dimulai pada tahun 1684, seiring dibangunnya institut penerjemahan dan terus berkembang sampai jaman modern. Biasanya terjemahan buku bahasa Jepang sudah tersedia dalam beberapa minggu sejak buku asingnya diterbitkan. Saya biasa membeli buku literatur terjemahan bahasa Jepang karena harganya lebih murah daripada buku asli (bahasa inggris).

8. KERJASAMA KELOMPOK
Budaya di Jepang tidak terlalu mengakomodasi kerja-kerja yang terlalu bersifat individualistik. Termasuk klaim hasil pekerjaan, biasanya ditujukan untuk tim atau kelompok tersebut. Fenomena ini tidak hanya di dunia kerja, kondisi kampus dengan lab penelitiannya juga seperti itu, mengerjakan tugas mata kuliah biasanya juga dalam bentuk kelompok. Kerja dalam kelompok mungkin salah satu kekuatan terbesar orang Jepang. Ada anekdot bahwa “1 orang professor Jepang akan kalah dengan satu orang professor Amerika, hanya 10 orang professor Amerika tidak akan bisa mengalahkan 10 orang professor Jepang yang berkelompok”. Musyawarah mufakat atau sering disebut dengan “rin-gi” adalah ritual dalam kelompok. Keputusan strategis harus dibicarakan dalam “rin-gi”.

9. MANDIRI
Sejak usia dini anak-anak dilatih untuk mandiri. Irsyad, anak saya yang paling gede sempat merasakan masuk TK (Yochien) di Jepang. Dia harus membawa 3 tas besar berisi pakaian ganti, bento (bungkusan makan siang), sepatu ganti, buku-buku, handuk dan sebotol besar minuman yang menggantung di lehernya. Di Yochien setiap anak dilatih untuk membawa perlengkapan sendiri, dan bertanggung jawab terhadap barang miliknya sendiri. Lepas SMA dan masuk bangku kuliah hampir sebagian besar tidak meminta biaya kepada orang tua. Kalaupun kehabisan uang, mereka “meminjam” uang ke orang tua yang itu nanti mereka kembalikan di bulan berikutnya.

10. JAGA TRADISI
Perkembangan teknologi dan ekonomi, tidak membuat bangsa Jepang kehilangan tradisi dan budayanya. Budaya perempuan yang sudah menikah untuk tidak bekerja masih ada dan hidup sampai saat ini. Budaya minta maaf masih menjadi reflek orang Jepang. Kalau suatu hari anda naik sepeda di Jepang dan menabrak pejalan kaki , maka jangan kaget kalau yang kita tabrak malah yang minta maaf duluan. Sampai saat ini orang Jepang relatif menghindari berkata “tidak” untuk apabila mendapat tawaran dari orang lain. Jadi kita harus hati-hati dalam pergaulan dengan orang Jepang karena ”hai” belum tentu “ya” bagi orang Jepang Pertanian merupakan tradisi leluhur dan aset penting di Jepang. Persaingan keras karena masuknya beras Thailand dan Amerika yang murah, tidak menyurutkan langkah pemerintah Jepang untuk melindungi para petaninya. Kabarnya tanah yang dijadikan lahan pertanian mendapatkan pengurangan pajak yang signifikan, termasuk beberapa insentif lain untuk orang-orang yang masih bertahan di dunia pertanian. Pertanian Jepang merupakan salah satu yang tertinggi di dunia.
Read More...

Terjadinya pelapisan sosial

1. Terjadi dengan sendirinya.
Proses ini berjalan sesuai dengan pertumbuhan masyarakat itu sendiri. Adapun orang-orang yagn menduduki lapisan tertentu dibentuk bukan berdaarkan atas kesengajaan yang disusun sebelumnya oleh masyarakat itu, tetapi berjalan secara alamiah dengan sendirinya. Oleh karena sifanya yang tanpa disengaja inilah maka bentuk pelapisan dan dasar dari pada pelaisan ini bervariasi menurut tempat, waktu dan kebudayaan masyarakat dimanapun sistem itu berlaku. Pada pelapisan yang terjadi dengan sendirinya, maka kedudukan seseorang pada suatu strata tertentu adalah secara otomatis, misalnya karena usia tua, karena pemilikan kepandaian yang lebih, atau kerabat pembuka tanah, seseorang yang memiliki bakat seni, atau sakti.

2. Terjadi dengan disengaja
Sistem palapisan ini disusun dengan sengaja ditujuan untuk mengejar tujuan bersama. Didalam pelapisan ini ditentukan secar jelas dan tegas adanya wewenang dan kekuasaan yang diberikan kepada seseorang. Dengan adanya pembagian yang jelas dalam hal wewenang dan kekuasaanini, maka didalam organisasi itu terdapat peraturan sehingga jelas bagi setiap orang yang ditempat mana letakknya kekuasaan dan wewenang yang dimiliki dan dalam organisasi baik secar vertical maupun horizontal.sistem inidapat kita lihat misalnya didalam organisasi pemeritnahan, organisasi politik, di perusahaan besar. Didalam sistem organisasi yang disusun dengan cara ini mengandung dua sistem ialah :

- sistem fungsional : merupakan pembagian kerja kepada kedudukan yang tingkatnya berdampingan dan harus bekerja sama dalam kedudukan yang sederajat, misalnya saja didalam organisasi perkantoran ada kerja sama antara kepala seksi, dan lain-lain
- sistem scalar : merupakan pembagian kekuasaan menurut tangga atau jenjang dari bawah ke atas (vertikal)

Pembagian sistem Pelapisan Menurut Sifatnya
1. sistem pelapisan masyarakat yang tertutup
Didalam sistem ini perpindahan anggota masyarakt kepelapisan yagn lain baik ke atas maupun ke bawah tidak mungkin terjadi, kecuali ada hal-hal yang istimewa. Didalam sistem yang demikian itu satu-satunya jalan untuk dapat masuk menjadi anggota dari suatu lapisan dalam masyarakat adalah karena kelahiran. Sistem pelapisan tertutup kita temui misalnya di India yang masyaraktnya mengenal sistem kasta

2. sistem pelapisan masyarakat yang terbuka
Didalam sistem ini setiap anggota masyarakat memiliki kesempatan untuk jatuh ke pelapisan yang ada dibawahnya atau naik ke pelapisan yang di atasnya. Sistem yang demikian dapat kita temukan misalnya didalam masyarakat Indonesia sekarang ini. Setiap orang diberi kesempatan untuk menduduki segala jabatan bisa ada kesempatan dan kemampuan untuk itu. Tetapi di samping itu orang jug adapt turun dari jabatannya bila ia tidak mampu mempertahankannya.. Status (kedudkan) yang diperoleh berdasarkan atas usaha sendiri diebut “achieved status”
Read More...

URBANISASI DAN URBANISME

Arti urbanisasi
Urbanisasi adalah suatu proses perpindahan penduduk dari desa ke kota atau dapat pula dikatakan bahwa urbanisasi merupakan proses terjadinya masyarakat perkotaan. Dengan demikian urbanisasi adl suatu proses dengan tanda tanda sebagai berikut :
1. Terjadinya arus perpindahan penduduk dri desa kekota
2. Bertambah besarnya jumlah tenaga karja non agraria disektor sekunder ( industry ) dan sector tersier ( jasa).
3. Tumbuhnya pemukiman menjadi kota
4. Meluasnya pengaruh kota didaerah pedesaan mengenai segi ekonomi social, kebudayaan dan psikologis

Sebab-sebab Urbanisasi
Pada dasarnya ada tiga hal utama yang menyebabkan timbulnya urbanisasi yaitu:
a. adanya pertambahan penduduk secara ilmiah
b. terjadinya arus perpindahan dri desa kekota
c. tertariknya pemukiman perdesaan kedalam lingkup kota, sebagai akibat perkembangan kota yang sangat pesat di berbagai bidang, terutama yang berkaitan dengan tersedianya kesempatan kerja.

Proses urbanisasi akan menimbulkan akibat antara lain adalah :
1. Terbentuknya suburb
2. Makin meningkatnya tuna karya, yaitu orang-orang yang tidak mempunyai pekerjaan tetap
3. Pertambahan penduduk kota yang pesat menimbulkan masalah perumahan
4. Lingkungan hidup yang sehat, apalagi ditambah dengan adanya berbagai kerawanan social memberipengaruh yang negative terhadap pendidikan generasi muda.

Usaha-usaha Menanggulangi Urbanisasi :
1. Local jangka pendek
2. Local jangka panjang
3. Nasional jangka pendek
4. Nasional jangka panjang

Pengertian Urbanisme
Dalam kepustakaan geografi pandangan seorang geografiwan terhadap “urbanisasi” ini ialah sebuah kota sebagai sesuatu yang integral, dan untuk memiliki pengaruh atau merupakan unsure yang dominan dalam system keruangan yang lebih luas tanpa mengabaikan adanya jalinan yang erat antara aspek politik, social dan aspek ekonomi dengan wilayah disekitarnya.
Read More...

Perbedaan antara desa dan kota

Dalam masyarakat modern, sering dibedakan antara masyarakat pedesaan (rural community) dan masyarakat perkotaan (urban community). Menurut Soekanto (1994), perbedaan tersebut sebenarnya tidak mempunyai hubungan dengan pengertian masyarakat sederhana, karena dalam masyarakat modern, betapa pun kecilnya suatu desa, pasti ada pengaruh-pengaruh dari kota. Perbedaan masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, pada hakekatnya bersifat gradual.

Kita dapat membedakan antara masyarakat desa dan masyarakat kota yang masing-masing punya karakteristik tersendiri. Masing-masing punya sistem yang mandiri, dengan fungsi-fungsi sosial, struktur serta proses-proses sosial yang sangat berbeda, bahkan kadang-kadang dikatakan "berlawanan" pula. Perbedaan ciri antara kedua sistem tersebut dapat diungkapkan secara singkat menurut Poplin (1972) sebagai berikut

Masyarakat Pedesaan
1. Perilaku homogen
2. Perilaku yang dilandasi oleh konsep kekeluargaan dan kebersamaan
3. Perilaku yang berorientasi pada tradisi dan status
4. Isolasi sosial, sehingga statik
5. Kesatuan dan keutuhan kultural
6. Banyak ritual dan nilai-nilai sakral
7. Kolektivisme

Masyarakat Kota
1. Perilaku heterogen
2. Perilaku yang dilandasi oleh konsep pengandalan diri dan kelembagaan
3. Perilaku yang berorientasi pada rasionalitas dan fungsi
4. Mobilitas sosial, sehingga dinamik
5. Kebauran dan diversifikasi kultural
6. Birokrasi fungsional dan nilai-nilai sekular
7. Individualisme

Warga suatu masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat pedesaan lainnya. Sistem kehidupan biasanya berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan (Soekanto, 1994). Selanjutnya Pudjiwati (1985), menjelaskan ciri-ciri relasi sosial yang ada di desa itu, adalah pertama-tama, hubungan kekerabatan. Sistem kekerabatan dan kelompok kekerabatan masih memegang peranan penting. Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari pertanian, walaupun terlihat adanya tukang kayu, tukang genteng dan bata, tukang membuat gula, akan tetapi inti pekerjaan penduduk adalah pertanian. Pekerjaan-pekerjaan di samping pertanian, hanya merupakan pekerjaan sambilan saja.

Golongan orang-orang tua pada masyarakat pedesaan umumnya memegang peranan penting. Orang akan selalu meminta nasihat kepada mereka apabila ada kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Nimpoeno (1992) menyatakan bahwa di daerah pedesaan kekuasaan-kekuasaan pada umumnya terpusat pada individu seorang kiyai, ajengan, lurah dan sebagainya.

Ada beberapa ciri yang dapat dipergunakan sebagai petunjuk untuk membedakan antara desa dan kota. Dengan melihat perbedaan-perbedaan yang ada mudah-mudahan akan dapat mengurangi kesulitan dalam menentukan apakah suatu masyarakat dapat disebut sebagi masyarakat pedeasaan atau masyarakat perkotaan.

Ciri ciri tersebut antara lain:

a) Jumlah dan kepadatan penduduk
b) Lingkungan hidup
c) Mata pencaharian
d) Corak kehidupan social
e) Stratifiksi social
f) Mobilitas social
g) Pola interaksi social
h) Solidaritas social
i) Kedudukan dalam hierarki sistem administrasi nasional
Read More...

Senin, 21 Desember 2009

NEGARA, BANGSA, DAN BELA NEGARA

Pengertian Negara
Negara adalah suatu oranisasi diantara sekelompok atau beberapa kelompok manusia, yang bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu, dengan mengakui adanya suatu pemerintahan yang mengurus tata tertib dan keselamatan kelompok atau beberapa kelompok manusia tadi. Negara juga bisa didefinisikan sebagai sebuah organisasi yang memiliki wilayah , rakyat, pemerintahan yang bedaulat serta mempunyai hak istimewa, hak memaksa, hak monopoli, dan hak mencakup semua yang bertujuan untuk menjamin perlindungan, keamanan, keadilan, serta tercapainya tujuan bersama.

Negara merupakan suatu organisasi yang dalam wilayah tertentu dapat memaksakan kekuasaannya secara sah terhadap semua golongan kekuasaaan lainnya dan yang dapat menetapkan tujuan – tujuan dari kehidupan bersama. Negara juga berwenang menetapkan cara – cara dan batas – batas sampai dimanakah kekuasaan itu dapat digunakan oleh individiu, kelompok maupun negara itu sendiri. Dengan demikian Negara dapat membimbing berbagai macam kegiatan warga negaranya kea rah tujuan bersama yang telah ditetapkannya.

Pengertian Bangsa
Sejarah timbulnya bangsa –bangsa didunia berawal dari benua eropa. Pada akhir abad XIX, dibenua eropa timbul berbagai gerakan kebangsaan. Gerakan tersebut mengakibatkan kerajaan – kerajaan besar di eropa seperti, kerajaan Austria-hongaria, turki dan perancis, terpecah menjadi Negara – negara kecil. Banyaknya gerakan kebangsaan dieropa saat itu dan keberhasilan mereka menjadi bangsa yang merdeka, mempunyai pengaruh yang besar pada kehidupan eropa maupun wilayah lain didunia.

Pengertian bangsa yaitu adanya elemen pokok yang berupa jiwa, kehendak, perasaan, pikiran , semangat, yang bersama-sama membentuk kesatuan, kebulatan dan persatuan serta semua itu yang dimaksud adalah aspek kerohaniannya. Bangsa bukanlah kenyataan yang bersifat lahiriah saja melainkan lebih bercorak kerohanian. Yang adanya hanya dapat disimpulkan berdasarkan pernyataan senasib, sepenanggungan dan kemauan membentuk kolektivitas.

Pengertian Bela Negara
Pengertian bela negara tidak semestinya dipahami sebagai upaya " memanggul senjata " atau hal yang berbau "militerisme" , akan tetapi bela negara mengandung norma moral dan norma sosial , yang intinya membentuk sikap mental segenap warga yang siap menjaga kelangsungan hidup bangsa dan negara. Dengan demikian bela negara merupakan kegiatan warga negara di semua bidang kehidupan sesuai bidang profesinya masing-masing dalam membangun masyarakat , bangsa dan negara.

Sedangkan perwujudan dan implementasi dalam bidang IT yaitu memajukan teknologi yang bersifat membangun dan mendidik masyarakat seperti pemanfaatan internet dalam kehidupan sehari – hari tanpa mengurangi tingkat keamanan dan pengaruh buruk dari internet seperti pornografi, dan berbagai penipuan.
Read More...

HAK DAN KEWAJIBAN SEBAGAI WARGA NEGARA

Berikut ini adalah beberapa contoh hak dan kewajiban kita sebagai rakyat Indonesia. Setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama satu sama lain tanpa terkecuali. Persamaaan antara manusia selalu dijunjung tinggi untuk menghindari berbagai kecemburuan sosial yang dapat memicu berbagai permasalahan di kemudian hari.

Hak Warga Negara Indonesia
• Setiap warga negara berhak mendapatkan perlindungan hukum.
• Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.

• Setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum dan di dalam pemerintahan.

• Setiap warga negara bebas untuk memilih, memeluk dan menjalankan agama dan kepercayaan masing-masing yang dipercayai.
• Setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran.

• Setiap warga negara berhak mempertahankan wilayah negara kesatuan Indonesia atau nkri dari serangan musuh.
• Setiap warga negara memiliki hak sama dalam kemerdekaan berserikat, berkumpul mengeluarkan pendapat secara lisan dan tulisan sesuai undang-undang yang berlaku.

Kewajiban Warga Negara Indonesia
• Setiap warga negara memiliki kewajiban untuk berperan serta dalam membela, mempertahankan kedaulatan negara indonesia dari serangan musuh.

• Setiap warga negara wajib membayar pajak dan retribusi yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda).
• Setiap warga negara wajib mentaati serta menjunjung tinggi dasar negara, hukum dan pemerintahan tanpa terkecuali, serta dijalankan dengan sebaik-baiknya.

• Setiap warga negara berkewajiban taat, tunduk dan patuh terhadap segala hukum yang berlaku di wilayah negara Indonesia.
• Setiap warga negara wajib turut serta dalam pembangunan untuk membangun bangsa agar bangsa kita bisa berkembang dan maju ke arah yang lebih baik.
Read More...

Konsep Keluarga

Duvall
Keluarga merupakan sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan untuk meningkatkan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental,emosional dan social dari tiap anggota.

Bailon dan Maglaya
Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan, atau adopsi, hidup dalam satu rumah tangga, saling berinteraksi satu sama lainya dalam perannya dan menciptakan dan mempertahankan suatu budaya.

Dari beberapa pengertian tentang keluarga maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik keluarga adalah:

a.Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi.

b.Anggota keluarga biasanya hidup bersaa atau jika berpisah mereka tetap memperhatikan satu sama lain

c.Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain da masing-masing mempunyai peran social,: suami, isteri, anak, kakak, adik.

d.Mempunyai tujuan; menciptakan dan mempertahankan budaya, meningkatkan perkembangan fisik, psikologis dan social anggota.

TIPE KELUARGA

A.Tradisional
 The nuclear family (keluarga inti)
 The dyad family
 Keluarga usila
 The childless family
 The extended family
 The single-parent family
 Commuter family
 Multigenerational family
 Kin-network family
 Blended family
 The single adult living alone/single-adult family

B. Non Tradisional
 The unmarried teenage mother
 The stepparent family
 Commune family
 The nonmarital heterosexual cohabiting family
 Gay and lesbian families
 Cohabitating family
 Group-marriage family
 Group network failmy
 Foster family
 Homeless family
 Gang

FUNGSI KELUARGA
Fungsi keluarga menurut Friedman (1992) adalah:
 Fungsi afektif dan koping
 Fungsi sosialisasi
 Fungsi reproduksi
 Fungsi ekonomi
 Fungsi fisik

Fungsi keluarga, Allender (1998) :
a. Affection
b. Security and acceptance
c. Identity and satisfaction
d. Affiliation and companionship
e. Socialization
f. Controls

Fungsi keluarga, BKKBN (1992):
 Fungsi keagamaan
 Fungsi sosial budaya
 Fungsi cinta kasih
 Fungsi melindungi
 Fungsi reproduksi
 Fungi sosialisasi dan pendidikan
 Fungsi ekonomi
 Fungsi pembinaan lingkungan

Fungsi keluarga dengan orang tua:
 Memperhatikan kebutuhan fisik secara penuh
 Memberikan kenyamanan dan support emosional
 Mempertahankan hubungan dengan keluarga dan masyarakat
 Menanamkan perasaan pengertian hidup
 Manajemen krisis

STRUKTUR KELUARGA
 Struktur egalisasi: masing-masing keluarga mempunyai ha yang sama dalam menyampaikan pendapat (demokrasi)
 Struktur yang hangat, menerima dan toleransi
 Struktur yang terbuka, dan anggota yang terbuka: mendorong kejujuran dan kebenaran (honesty dan authenticity)
 Struktur yang kaku: suka melawan dan tergantung pada peraturan
 Struktur yang bebas: tidak adanya aturan yang memaksakan (permisivenes)
 Struktur yang kasar: abuse (menyiksa, kejam dan kasar)
 Suasana emosi yang dingin (isolasi, sukar berteman)
 Disorganisasi keluarga (disfungi idividu, stress emosional)
Read More...

SITUASI BUDAYA INDONESIA

Dalam pemaparan tentang akar budaya di artikel sebelumya kita ketahui bahwa nenek moyang kita adalah nenek moyang yang tangguh dan bangsa ini telah mampu melakukan akulturasi secara positif sehingga kita bisa mengintegrasikan kebudayaan luar untuk meningkatkan budaya sendiri. Namun kita harus melihat secara riil bagaimanakah keadaan budaya kita hari ini.

Sajiman Surjohadiprojo dalam pidato kebudayaannya di tahun 1986 menyampaikan tentang persoalah kita hari ini, yaitu kurang kuatnya kemampuan mengeluarkan energi pada manusia Indonesia. Hal ini mengakibatkan kurang adanya daya tindak atau kemampuan berbuat. Rencana konsep yang baik, hasil dari otak cerdas, tinggal dan rencana dan konsep belaka karena kurang mampu untuk merealisasikannya. Akibat lainnya adalah pada disiplin dan pengendalikan diri. Lemahnya disiplin bukan karena kurang kesadaran terhadap ketentuan dan peraturan yang berlaku, melainkan karena kurang mampu untuk membawakan diri masing-masing menetapi peraturan dan ketentuan yang berlaku. Kurangnya kemampuan mnegeluarkan energi juga berakibat pada besarnya ketergantungan pada orang lain. Kemandirian sukar ditemukan dan mempunyai dampak dalam segala aspek kehidupan termasuk kepemimpinan dan tanggung jawab.

Menurut beliau kelemahan ini merupakan Kelemahan Kebudayaan. Artinya, perbaikan dari keadaan lemah itu hanya dapat dicapai melalui pendekatan budaya. Pemecahannya harus melalui pendidikan dalam arti luas dan Nation and Character Building (Surjohadiprodjo, dalam ”Pembebasan Budaya-Budaya Kita; 1999).

Mochtar Lubis juga dalam kesempatan yang sama saat Temu Budaya tahun 1986, menyampaikan bahwa kondisi budaya kita hari ini ditandai secara dominan oleh ciri:

1. Kontradiksi gawat antara asumsi dan pretensi moral budaya Pancasila dengan kenyataan.

2. Kemunafikan.

3. Lemahnya kreativitas.

4. Etos kerja brengsek.

5. Neo-Feodalisme.

6. Budaya malu telah sirna ( Lubis, 1999).
Read More...

KEBUDAYAN BARAT DI INDONESIA

Proses akulturasi di Indonesia tampaknya beralir secara simpang siur, dipercepat oleh usul-usul radikal, dihambat oleh aliran kolot, tersesat dalam ideologi-ideologi, tetapi pada dasarnya dilihat arah induk yang lurus: ”the things of humanity all humanity enjoys”. Terdapatlah arus pokok yang dengan spontan menerima unsur-unsur kebudayaan internasional yang jelas menguntungkan secara positif.

Akan tetapi pada refleksi dan dalam usaha merumuskannya kerap kali timbul reaksi, karena kategori berpikir belum mendamaikan diri dengan suasana baru atau penataran asing. Taraf-taraf akulturasi dengan kebudayaan Barat pada permulaan masih dapat diperbedakan, kemudian menjadi overlapping satu kepada yang lain sampai pluralitas, taraf, tingkat dan aliran timbul yang serentak. Kebudayaan Barat mempengaruhi masyarakat Indonesia, lapis demi lapis, makin lama makin luas lagi dalam (Bakker; 1984).

Apakah kebudayaan Barat modern semua buruk dan akan mengerogoti Kebudayaan Nasional yang kita gagas? Oleh karena itu, kita perlu merumuskan definisi yang jelas tentang Kebudayaan Barat Modern. Frans Magnis Suseno dalam bukunya ”Filsafat Kebudayan Politik”, membedakan tiga macam Kebudayaan Barat Modern:

a. Kebudayaan Teknologi Modern

Pertama kita harus membedakan antara Kebudayan Barat Modern dan Kebudayaan Teknologis Modern. Kebudayaan Teknologis Modern merupakan anak Kebudayaan Barat. Akan tetapi, meskipun Kebudayaan Teknologis Modern jelas sekali ikut menentukan wujud Kebudayaan Barat, anak itu sudah menjadi dewasa dan sekarang memperoleh semakin banyak masukan non-Barat, misalnya dari Jepang.

Kebudayaan Tekonologis Modern merupakan sesuatu yang kompleks. Penyataan-penyataan simplistik, begitu pula penilaian-penilaian hitam putih hanya akan menunjukkan kekurangcanggihan pikiran. Kebudayaan itu kelihatan bukan hanya dalam sains dan teknologi, melainkan dalam kedudukan dominan yang diambil oleh hasil-hasil sains dan teknologi dalam hidup masyarakat: media komunikasi, sarana mobilitas fisik dan angkutan, segala macam peralatan rumah tangga serta persenjataan modern. Hampir semua produk kebutuhan hidup sehari-hari sudah melibatkan teknologi modern dalam pembuatannya.

Kebudayaan Teknologis Modern itu kontradiktif. Dalam arti tertentu dia bebas nilai, netral. Bisa dipakai atau tidak. Pemakaiannya tidak mempunyai implikasi ideologis atau keagamaan. Seorang Sekularis dan Ateis, Kristen Liberal, Budhis, Islam Modernis atau Islam Fundamentalis, bahkan segala macam aliran New Age dan para normal dapat dan mau memakainya, tanpa mengkompromikan keyakinan atau kepercayaan mereka masing-masing. Kebudayaan Teknologis Modern secara mencolok bersifat instumental.

b. Kebudayaan Modern Tiruan

Dari kebudayaan Teknologis Modern perlu dibedakan sesuatu yang mau saya sebut sebagai Kebudayaan Modern Tiruan. Kebudayaan Modern Tiruan itu terwujud dalam lingkungan yang tampaknya mencerminkan kegemerlapan teknologi tinggi dan kemodernan, tetapi sebenarnya hanya mencakup pemilikan simbol-simbol lahiriah saja, misalnya kebudayaan lapangan terbang internasional, kebudayaan supermarket (mall), dan kebudayaan Kentucky Fried Chicken (KFC).

Di lapangan terbang internasional orang dikelilingi oleh hasil teknologi tinggi, ia bergerak dalam dunia buatan: tangga berjalan, duty free shop dengan tawaran hal-hal yang kelihatan mentereng dan modern, meskipun sebenarnya tidak dibutuhkan, suasana non-real kabin pesawat terbang; semuanya artifisial, semuanya di seluruh dunia sama, tak ada hubungan batin.

Kebudayaan Modern Tiruan hidup dari ilusi, bahwa asal orang bersentuhan dengan hasil-hasil teknologi modern, ia menjadi manusia modern. Padahal dunia artifisial itu tidak menyumbangkan sesuatu apapun terhadap identitas kita. Identitas kita malahan semakin kosong karena kita semakin membiarkan diri dikemudikan. Selera kita, kelakuan kita, pilihan pakaian, rasa kagum dan penilaian kita semakin dimanipulasi, semakin kita tidak memiliki diri sendiri. Itulah sebabnya kebudayaan ini tidak nyata, melainkan tiruan, blasteran.

Anak Kebudayaan Modern Tiruan ini adalah Konsumerisme: orang ketagihan membeli, bukan karena ia membutuhkan, atau ingin menikmati apa yang dibeli, melainkan demi membelinya sendiri. Kebudayaan Modern Blateran ini, bahkan membuat kita kehilangan kemampuan untuk menikmati sesuatu dengan sungguh-sungguh. Konsumerisme berarti kita ingin memiliki sesuatu, akan tetapi kita semakin tidak mampu lagi menikmatinya. Orang makan di KFC bukan karena ayam di situ lebih enak rasanya, melainkan karena fast food dianggap gayanya manusia yang trendy, dan trendy adalah modern.

c. Kebudayaan-Kebudayaan Barat

Kita keliru apabila budaya blastern kita samakan dengan Kebudayaan Barat Modern. Kebudayaan Blastern itu memang produk Kebudayaan Barat, tetapi bukan hatinya, bukan pusatnya dan bukan kunci vitalitasnya. Ia mengancam Kebudayaan Barat, seperti ia mengancam identitas kebudayaan lain, akan tetapi ia belum mencaploknya. Italia, Perancis, spayol, Jerman, bahkan barangkali juga Amerika Serikat masih mempertahankan kebudayaan khas mereka masing-masing. Meskipun di mana-mana orang minum Coca Cola, kebudayaan itu belum menjadi Kebudayaan Coca Cola.

Orang yang sekadar tersenggol sedikit dengan kebudayaan Barat palsu itu, dengan demikian belum mesti menjadi orang modern. Ia juga belum akan mengerti bagaimana orang Barat menilai, apa cita-citanya tentang pergaulan, apa selera estetik dan cita rasanya, apakah keyakinan-keyakinan moral dan religiusnya, apakah paham tanggung jawabnya (Suseno; 1992).
Read More...

Media Massa & Integritas Fungsional

Integrasi Fungsional merupakan salah satu dimensi integrasi nasional yang melihat pentingnya integrasi yang menyatukan berbagai fungsi/peran kelompok atau entitas sosial dalam masyarakat sehingga setiap kelompok dapat merasakan manfaat dan kebutuhan akan integrasi.

Media masa sebagai salah satu pilar demokrasi dapat berperan aktif dalam mendorong integrasi fungsional dalam masyarakat, antara lain dengan:

1. Mempromosikan daerah dengan potensi alam dan budaya masing-masing, sehingga daerah-daerah lain dapat mengetahui dimana mencari sumber daya yang tidak dimiliki. Hal ini juga akan memperkuat rasa fungsional(kontribusi) daerah terhadap masyarakat yang lebih luas

2. Mewacanakan pluralisme sebagai kekayaan budaya dan bukan sebagai faktor yang cenderung memecah belah persatuan dan kesatuan

3. meminimalkan tayangan yang berpotensi menciptakan kecemburuan sosial, seperti tayangan yang terlalu banyak mengekspos gaya hidup orang kaya sedangkan mayoritas penduduk indonesia masih menengah kebawah.

4. meminamalkan liputan2 yang berpotensi mendukung separtatisme seperti liputan-liputan separatisme di negara tetangga(Filipina, Pakistan, dll).

5. Memberitakan tentang pemerataan pembangunan, sehingga meminimalkan rasa kesenjangan antara pusat dan daerah, antara kota dan desa.

6. mendorong peran serta aktif masyarakat dalam pembangunan baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan
Read More...

Mengapa Kemiskinan di Indonesia Menjadi Masalah Berkelanjutan?

SEJAK awal kemerdekaan, bangsa Indonesia telah mempunyai perhatian besar terhadap terciptanya masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana termuat dalam alinea keempat Undang-Undang Dasar 1945. Program-program pembangunan yang dilaksanakan selama ini juga selalu memberikan perhatian besar terhadap upaya pengentasan kemiskinan karena pada dasarnya pembangunan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Meskipun demikian, masalah kemiskinan sampai saat ini terus-menerus menjadi masalah yang berkepanjangan.

PADA umumnya, partai-partai peserta Pemilihan Umum (Pemilu) 2004 juga mencantumkan program pengentasan kemiskinan sebagai program utama dalam platform mereka. Pada masa Orde Baru, walaupun mengalami pertumbuhan ekonomi cukup tinggi, yaitu rata-rata sebesar 7,5 persen selama tahun 1970-1996, penduduk miskin di Indonesia tetap tinggi.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), persentase penduduk miskin di Indonesia tahun 1996 masih sangat tinggi, yaitu sebesar 17,5 persen atau 34,5 juta orang. Hal ini bertolak belakang dengan pandangan banyak ekonom yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan pada akhirnya mengurangi penduduk miskin.

Perhatian pemerintah terhadap pengentasan kemiskinan pada pemerintahan reformasi terlihat lebih besar lagi setelah terjadinya krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997. Meskipun demikian, berdasarkan penghitungan BPS, persentase penduduk miskin di Indonesia sampai tahun 2003 masih tetap tinggi, sebesar 17,4 persen, dengan jumlah penduduk yang lebih besar, yaitu 37,4 juta orang.

Bahkan, berdasarkan angka Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada tahun 2001, persentase keluarga miskin (keluarga prasejahtera dan sejahtera I) pada 2001 mencapai 52,07 persen, atau lebih dari separuh jumlah keluarga di Indonesia. Angka- angka ini mengindikasikan bahwa program-program penanggulangan kemiskinan selama ini belum berhasil mengatasi masalah kemiskinan di Indonesia.

Penyebab kegagalan

Pada dasarnya ada dua faktor penting yang dapat menyebabkan kegagalan program penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Pertama, program- program penanggulangan kemiskinan selama ini cenderung berfokus pada upaya penyaluran bantuan sosial untuk orang miskin.Hal itu, antara lain, berupa beras untuk rakyat miskin dan program jaring pengaman sosial (JPS) untuk orang miskin. Upaya seperti ini akan sulit menyelesaikan persoalan kemiskinan yang ada karena sifat bantuan tidaklah untuk pemberdayaan, bahkan dapat menimbulkan ketergantungan.

Program-program bantuan yang berorientasi pada kedermawanan pemerintah ini justru dapat memperburuk moral dan perilaku masyarakat miskin. Program bantuan untuk orang miskin seharusnya lebih difokuskan untuk menumbuhkan budaya ekonomi produktif dan mampu membebaskan ketergantungan penduduk yang bersifat permanen. Di lain pihak, program-program bantuan sosial ini juga dapat menimbulkan korupsi dalam penyalurannya. Alangkah lebih baik apabila dana-dana bantuan tersebut langsung digunakan untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), seperti dibebaskannya biaya sekolah, seperti sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP), serta dibebaskannya biaya- biaya pengobatan di pusat kesehatan masyarakat (puskesmas).

Faktor kedua yang dapat mengakibatkan gagalnya program penanggulangan kemiskinan adalah kurangnya pemahaman berbagai pihak tentang penyebab kemiskinan itu sendiri sehingga program-program pembangunan yang ada tidak didasarkan pada isu-isu kemiskinan, yang penyebabnya berbeda-beda secara lokal.

Sebagaimana diketahui, data dan informasi yang digunakan untuk program-program penanggulangan kemiskinan selama ini adalah data makro hasil Survei Sosial dan Ekonomi Nasional (Susenas) oleh BPS dan data mikro hasil pendaftaran keluarga prasejahtera dan sejahtera I oleh BKKBN.

Kedua data ini pada dasarnya ditujukan untuk kepentingan perencanaan nasional yang sentralistik, dengan asumsi yang menekankan pada keseragaman dan fokus pada indikator dampak. Pada kenyataannya, data dan informasi seperti ini tidak akan dapat mencerminkan tingkat keragaman dan kompleksitas yang ada di Indonesia sebagai negara besar yang mencakup banyak wilayah yang sangat berbeda, baik dari segi ekologi, organisasi sosial, sifat budaya, maupun bentuk ekonomi yang berlaku secara lokal.

Bisa saja terjadi bahwa angka-angka kemiskinan tersebut tidak realistis untuk kepentingan lokal, dan bahkan bisa membingungkan pemimpin lokal (pemerintah kabupaten/kota). Sebagai contoh adalah kasus yang terjadi di Kabupaten Sumba Timur. Pemerintah Kabupaten Sumba Timur merasa kesulitan dalam menyalurkan beras untuk orang miskin karena adanya dua angka kemiskinan yang sangat berbeda antara BPS dan BKKBN pada waktu itu.

Di satu pihak angka kemiskinan Sumba Timur yang dihasilkan BPS pada tahun 1999 adalah 27 persen, sementara angka kemiskinan (keluarga prasejahtera dan sejahtera I) yang dihasilkan BKKBN pada tahun yang sama mencapai 84 persen. Kedua angka ini cukup menyulitkan pemerintah dalam menyalurkan bantuan-bantuan karena data yang digunakan untuk target sasaran rumah tangga adalah data BKKBN, sementara alokasi bantuan didasarkan pada angka BPS.

Secara konseptual, data makro yang dihitung BPS selama ini dengan pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach) pada dasarnya (walaupun belum sempurna) dapat digunakan untuk memantau perkembangan serta perbandingan penduduk miskin antardaerah. Namun, data makro tersebut mempunyai keterbatasan karena hanya bersifat indikator dampak yang dapat digunakan untuk target sasaran geografis, tetapi tidak dapat digunakan untuk target sasaran individu rumah tangga atau keluarga miskin. Untuk target sasaran rumah tangga miskin, diperlukan data mikro yang dapat menjelaskan penyebab kemiskinan secara lokal, bukan secara agregat seperti melalui model-model ekonometrik.

Untuk data mikro, beberapa lembaga pemerintah telah berusaha mengumpulkan data keluarga atau rumah tangga miskin secara lengkap, antara lain data keluarga prasejahtera dan sejahtera I oleh BKKBN dan data rumah tangga miskin oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Meski demikian, indikator- indikator yang dihasilkan masih terbatas pada identifikasi rumah tangga. Di samping itu, indikator-indikator tersebut selain tidak bisa menjelaskan penyebab kemiskinan, juga masih bersifat sentralistik dan seragam-tidak dikembangkan dari kondisi akar rumput dan belum tentu mewakili keutuhan sistem sosial yang spesifik-lokal.
Read More...

Terjadinya Konflik Budaya

Konflik budaya seperti yang sering terjadi diberbagai kota maupun dipedalaman, menunjukkan betapa pentingnya pengetahuan tentang budaya etnis, kelompok usia, kelompok agama maupun kelompok tradisi tertentu ditanah air. Dalam satu RW terjadi pertikaian antar RT, antar gang, antar pendukung sekte keagamaan bahkan antar pendukung partai. Ironis memang, namun itulah naluri dasar manusia yang paling primitif selalu timbul bila terjadi perbedaan kepentingan ( pribadi, kelompok maupun ajaran tertentu ). Berikut ini faktor-faktor penyebab terjadinya gegar budaya.

Antropolog Cylde Khuckpohn memperingatkan kita bahwa setiap jalan kehidupan yang berbeda, memiliki asumsi tentang tujuan keberadaan manusia, tentang apa yang diharapkan dari orang lain dan dari Tuhan, tentang apa yang menjadi kejayaan dan kegagalan. Aspek budaya terbuka ( overt ) dan tertutup ( covert ) menunjukkan bahwa banyak kegiatan sehari-hari kita dipengaruhi oleh pola dan tema yang asal ( genuine ) dan maknanya kurang kita sadari.

Kelakuan (behavior) dipengaruhi oleh budaya itu memudahkan kebiasaan ( habits ) hidup sehari-hari, sehingga seseorang melakukan banyak perbuatan ( terutama yang aneh, menyimpang dan fatal ) tanpa memikirkan akibat dari perilakunya tersebut. Terjadilah pelaziman budaya ( cultural conditioning ) itu memberikan kebebasan untuk secara sadar memikirkan usaha baru ( inovasi ) yang kreatif. Ekses kebebasan tanpa sadar membuat kelakuan kita dapat menggerakkan timbulnya masalah nasional, seperti rasisme ( etnosentrisme dibeberapa daerah ), yang akibatnya berdampak global. Untuk penyelesaian masalah ini diperlukan peraturan perundang-undangan dan reedukasi dalam upaya menciptakan suasana aman, tenteram, adil, berkepastian hukum bagi seluruh warga.
Read More...

Ciri - Ciri Manusia Indonesia

Mochtar Lubis ( lahir di Padang, Sumatera Barat, 7 Maret 1922 – wafat di Jakarta, 2 Juli 2004 pada umur 82 tahun) adalah seorang jurnalis dan pengarang ternama asal Indonesia. Sejak zaman pendudukan Jepang ia telah dalam lapangan penerangan. Ia turut mendirikan Kantor Berita ANTARA, kemudian mendirikan dan memimpin harian Indonesia Raya yang telah dilarang terbit. Ia mendirikan majalah sastra Horizon bersama-sama kawan-kawannya. Pada waktu pemerintahan rezim Soekarno, ia dijebloskan ke dalam penjara hampir sembilan tahun lamanya dan baru dibebaskan pada tahun 1966. Pemikirannya selama di penjara, ia tuangkan dalam buku Catatan Subversif (1980). Pernah menjadi Presiden Press Foundation of Asia, anggota Dewan Pimpinan International Association for Cultural Freedom (organisasi CIA), dan anggota World Futures Studies Federation.

Menurut Mochtar, ciri pertama manusia Indonesia adalah hipokrisi atau munafik. Di depan umum kita mengecam kehidupan seks terbuka atau setengah terbuka, tapi kita membuka tempat mandi uap, tempat pijat, dan melindungi prostitusi. Kalau ditawari sesuatu akan bilang tidak namun dalam hatinya berharap agar tawaran tadi bisa diterima. Banyak yang pura-pura alim, tapi begitu sampai di luar negeri lantas mencari nightclub dan pesan perempuan kepada bellboy hotel. Dia mengutuk dan memaki-maki korupsi, tapi dia sendiri seorang koruptor. Kemunafikan manusia Indonesia juga terlihat dari sikap asal bapak senang (ABS) dengan tujuan untuk survive.

Ciri kedua manusia Indonesia, segan dan enggan bertanggung jawab atas perbuatannya. Atasan menggeser tanggung jawab atas kesalahan kepada bawahan dan bawahan menggeser kepada yang lebih bawah lagi. Menghadapi sikap ini, bawahan dapat cepat membela diri dengan mengatakan, ”Saya hanya melaksanakan perintah atasan.”

Ciri ketiga manusia Indonesia berjiwa feodal. Sikap feodal dapat dilihat dalam tata cara upacara resmi kenegaraan, dalam hubungan organisasi kepegawaian. Istri komandan atau istri menteri otomatis menjadi ketua, tak peduli kurang cakap atau tak punya bakat memimpin. Akibat jiwa feodal ini, yang berkuasa tidak suka mendengar kritik dan bawahan amat segan melontarkan kritik terhadap atasan.

Ciri keempat manusia Indonesia, masih percaya takhayul. Manusia Indonesia percaya gunung, pantai, pohon, patung, dan keris mempunyai kekuatan gaib. Percaya manusia harus mengatur hubungan khusus dengan ini semua untuk menyenangkan ”mereka” agar jangan memusuhi manusia, termasuk memberi sesajen.
”Kemudian kita membuat mantra dan semboyan baru, Tritura, Ampera, Orde Baru, the rule of law, pemberantasan korupsi, kemakmuran yang adil dan merata, insan pembangunan,” ujar Mochtar Lubis. Dia melanjutkan kritiknya, ”Sekarang kita membikin takhayul dari berbagai wujud dunia modern. Modernisasi satu takhayul baru, juga pembangunan ekonomi. Model dari negeri industri maju menjadi takhayul dan lambang baru, dengan segala mantranya yang dirumuskan dengan kenaikan GNP atau GDP.”

Ciri kelima, manusia Indonesia artistik. Karena dekat dengan alam, manusia Indonesia hidup lebih banyak dengan naluri, dengan perasaan sensualnya, dan semua ini mengembangkan daya artistik yang dituangkan dalam ciptaan serta kerajinan artistik yang indah.

Ciri lainnya, manusia Indonesia tidak hemat, boros, serta senang berpakaian bagus dan berpesta. Dia lebih suka tidak bekerja keras, kecuali terpaksa. Ia ingin menjadi miliuner seketika, bila perlu dengan memalsukan atau membeli gelar sarjana supaya dapat pangkat. Manusia Indonesia cenderung kurang sabar, tukang menggerutu, dan cepat dengki. Gampang senang dan bangga pada hal-hal yang hampa.
Read More...

Ciri-Ciri Manusia Modern

Ciri-ciri manusia atau masyarakat modern menurut inkles dan smith yang didasarkan pada penelitian. Mereka berpendapat bahwa faktor pengalaman kerja di lembaga kerja yang modern dapat membuat manusia tradisional menjadi manusia modern dan manusia memiliki keterbukaan terhadap pengalaman dan ide baru, berorientasi ke masa sekarang dan masa depan, punya kesanggupan merencanakan, percaya bahwa manusia bisa mengendalikan alam dan bukan sebaliknya. Hal ini terlihat dari teknologi-teknologi tinggi karya manusia modern yang pada umumnya memiliki sistem kontrol untuk menegaskan kekuasaan manusia. Adanya dikotomi manusia modern dan manusia tradisional–sebagai lawan dari manusia modern-juga berdampak dari gaya hidup kedua kelompok tersebut. Teknologi sebagai buah budaya manusia modern secara langsung memiliki sifat sama dengan manusia modern.

Meskipun tidak terdapat suatu kesepakatan tantang formulasi teoritis dari modernitas, namun ada indikator-indikator kuat suatu masyarakat dikategorikan sebagai masyarakat modern.

Menurut Lerner dalam Modernization: Social Aspect (1968), secara sosiologis masyarakat modern ditandai :

1. pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan,
2. partisipasi politik,
3. Mobilitas geografis dan sosial pada tingkat tinggi, dan
4. Transformasi kepribadian, yang cocok dengan pemungsian secara efisien lembaga-lembaga modern.

Ciri-ciri manusia modern menurut Inkeles dan Smith didasarkan pada penelitian, mereka berpendapat bahwa faktor pengalaman kerja di lembaga kerja yang modern dapat membuat manusia tradisional menjadi manusia modern. Mereka menyatakan bahwa individu modern memiliki ciri-ciri yang sama disetiap bangsa, menurut mereka manusia modern adalah:

1. Seorang warga negara yang berpartisipasi,
2. Mempunyai pendirian yang ditandai keyakinan pribadi,
3. Sangat bebas dan Atonom dalam hubungannya dengan sumber-sumber pengaruh tradisional, terutama jika sedang membuat keputusan penting mengenai bagaimana cara menyelesaikan persoalan pribadinya,
4. Siap untuk menerima ide dan pengalaman baru. Artinya, ia relatif berpikiran terbuka dan lentur,
5. Berorientasi ke masa sekarang dan masa depan,
6. Mempunyai kesanggupan merencanakan,
7. Percaya bahwa manusia bisa menguasai alam, dan
8. Menemukan bahwa pendidikan 3 kali lebih kuat untuk mengubah manusia dibandingkan yang lainnya.
Read More...

KEBUDAYAAN

Kebudayaan adalah suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Dalam kehidupan manusia kebudayaan diciptakan untuk mempermudah manusia dalam menjalani kehidupannya. Kebudayaan tidak akan ada tanpa manusia, sebaliknya manusia tanpa kebudayaan tidak akan bisa bertahan dalam mengarungi kehidupan.

Secara etimologi kebudayaan atau culture berasal dari kata sanskerta yaitu “ buddhayah” yaitu bentuk jamak dari “buddhi” yang berarti budi atau akal . Jadi dapat disimpulakn bahwa kebudayaan adalah hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Namun ada sarjana lain yang menyatakan bahwa kebudayaan berasal dari kata budi-daya. Karena itu ia membedakan antara budaya dengan kebudayaan . Budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, rasa dan karsa. Sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, rasa dan karsa itu sendiri.

Terlepas dari pengertian tentang asal kata dari kebudayaan diatas, banyak para ahli yang memberikan defenisi tentang kebudayaan, antara lain sebagai berikut :

1. Koentjaraningrat memberikan gambaran mengenai kebudayaan, adapun kebudayaan itu adalah keseluruhan sistim atau gagasan, ide, action, artefak dalam masyarakat yang dijadikan sebagai milik bersama dengan cara belajar untuk memiliki kebudayaan.

2. Menurut Sultan Takdir Alisyahbana kebudayaan adalah manifestasi dan cara berfikir yang dipakai dan mempengaruhi manusia.

3. Di dalam buku Asa-asa Sosiologi ( 1958 ) Djojodigono memberikan defenisi mengenai kebudayaan dengan mengatakan kebudayaan itu adalah daya dari budi, yang berupa cipta, karsa dan rasa.
4. Kebudayaan menurut Mangunsarkoro adalah segala yang bersifat hasi kegiatan manusia dalam arti yang seluas-luasnya.
5. Sidi Gazalba memberikan gambaran yang lain tentang kebudayaan dengan mengatakan bahwa kebudayaan adalah cara berfikir dan merasa yang menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan dari segala kegiatan manusia yang membentuk kesatuan social dengan suatu ruang dan suatu waktu.
6. Moh. Hatta memberikan definisi singkat mengenai apa itu kebudayaan yang mengatakan kebudayaan itu adalah ciptaan hidup dari suatu bangsa.

7. Seorang Antropolog Amerika Ralph Linton ( 1839-1953 ) memberikan definisi mengenai kebudayaan yaitu “ Man’s social heredi “ yang artinya sifat social yang dimiliki oleh manusia secara turun temurun.

8. J.P.H. Dryvendaf memberikan pendapat mengenai definisi kebudayaan, bahwa kebudayaan itu adalah kumpulan dari letusan jiwa manusia sebagai yang beraneka ragam berlaku dalam suatu mansyarakat tertentu.

9. R. Linton mendefinisikan kebudayaan adalah konfigurasi dari tingkah laku dan hasil dari perilaku tersebut, yang kemudian unsure-unsur pembentukannya didukung serta diteruskan oleh kelompok masyarakat tertentu.

10. Dalam buku “age of the Gods” Dawson memberikan definisi mengenai konsep kebudayaan bahwa kebudayaan itu adalah cara hidup bersama (culture is common way of life).

11. E.B. Tylor dalam buku yang berjudul Primitive Culture memberikan sebuah pandangan mengenai kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan yang lain serta kebiasaan yang didapatkan manusia sebagai anggota masyarakat.

12. W.H.Kelly memberikan sebuah definisi bahwa kebudayaan itu adalah sebuah pedoman yang potensial bagi tingkah laku manusia.

13. Melville J. Herskovits yang merupakan seorang Antropolog Amerika memberikan definisi mengenai kebudayaan bahwa kebudayaan itu adalah bagian dari lingkungan bantuan manusia (Man made past of the eviroment).
Read More...

Jumat, 20 November 2009

Beberapa hal yang dapat menyebabkan pecahnya persatuan di antara masyarakat

• ETNOSENTRISME
Etnosentrisme didefinisikan sebagai kepercayaan pada superioritas inheren kelompok atau budayanya sendiri; etnosentrisme mungkin disertai rasa jijik pada orang-orang lain yang tidak sekelompok; etnosentrisme cenderung memandang rendah orang-orang lain yang tidak sekelompok dan dianggap asing; etnosentrisme memandang dan mengukur budaya-budaya asing dengan budayanya sendiri. (Mulyana:2000;70)
Jelas sekali bahwa dengan kita bersikap etnosentrisme kita tidak dapat memandang perbedaan budaya itu sebagai keunikan dari masing-masing budaya yang patut kita hargai. Dengan memandang budaya kita sendiri lebih unggul dan budaya lainnya yang asing sebagai budaya ’yang salah’, maka komunikasi lintas budaya yang efektif hanyalah angan-angan karena kita akan cenderung lebih mebatasi komunikasi yang kita lakukan dan sebisa mungkin tidak terlibat dengan budaya asing yang berbeda atau bertentangan dengan budaya kita. Masing-masing budaya akan saling merendahkan yang lain dan membenarkan budaya diri sendiri, saling menolak, sehingga sangat potensial muncul konflik di antaranya. Contoh konflik yang sudah terjadi misalnya suku dayak dan suku madura yang sejak dulu terus terjadi. Kedua suku pedalaman itu masing-masing tidak mau saling menerima dan menghormati kebudayaan satu sama lain. Adanya anggapan bahwa budaya sendiri lah yang paling benar sementra yang lainnya salah dan tidak bermutu tidak hanya berwujud konfik namun sudah berbentuk pertikaian yang mengganas, keduanya sudah saling mmbunuh atar anggota budaya yang lain. Contoh lainnya, orang Indonesia cenderung menilai budaya barat sebagai budaya yang ’vulgar’ dan tidak tahu sopan santun. Budaya asli-budaya timur dinilai sebagai budaya yang paling unggul dan paling baik sehingga masyrakat kita cenderung membatasi pergaulan dengan orang barat. Orang takut jika terlalu banyak komunikasinya maka budaya asli akan tercemar—budaya barat sebagai polusi pencemar.

• STEREOTIPE
Kesulitan komunikasi akan muncul dari penstereotipan (stereotyping), yakni menggeneralisasikan orang-orang berdasarkan sedikit informasi dan membentuk asumsi orang-orang berdasarkan keanggotaan mereka dalam suatu kelompok. Dengan kata lain, penstereotipan adalah proses menempatkan orang-orang ke dalam kategori-kategori yang mapan, atau penilaian mengenai orang-orang atau objek-objek berdasarkan kategori-kategori yang sesuai, ketimbang berdasarkan karakteristik individual mereka. Banyak definisi stereotype yang dikemukakan oleh para ahli, kalau boleh disimpulkan, stereotip adalah kategorisasi atas suatu kelompok secara serampangan dengan mengabaikan perbedaan-perbedaan individual. Kelimpik-kelompok ini mencakup : kelompok ras, kelompok etnik, kaum tua, berbagai pekerjaan profesi, atau orang dengan penampilan fisik tertentu. Stereotip tidak memandang individu-individu dalam kelompok tersebut sebagai orang atau individu yang unik.
• PRASANGKA
Suatu kekeliruan persepsi terhadap orang yang berbeda adalah prasangka, suatu konsep yang sangat dekat dengan stereotip. Prasangka adalah sikap yang tidak adil terhadap seseorang atau suatu kelompok. Beberapa pakar cenderung menganggap bahwa stereotip itu identik dengan prasangka, seperti Donald Edgar dan Joe R. Fagi. Dapat dikatakan bahwa stereotip merupakan komponen kognitif (kepercayaan) dari prasangka, sedangkan prasangka juga berdimensi perilaku. Jadi, prasangka ini konsekuensi dari stereotip, dan lebih teramati daripada stereotip. Richard W. Brislin mendefinisikan prasangka sebagai sikap tidak adil, menyimpang atau tidak toleran terhadap sekelompok orang. Seperti juga stereotip, meskipun dapat positif atau negatif, prasangka umumnya bersifat negatif. Prasangka ini bermacam-macam, yang populer adalah prasangka rasial, prasangka kesukuan, prasangka gender, dan prasangka agama. Prasangka mungkin dirasakan atau dinyatakan. Prasangka mungkin diarahkan pada suatu kelompok secara keseluruhan, atau seseorang karena ia anggota kelompok tersebut. Prasangka membatasi orang-orang pada peran-peran stereotipik. Misalnya pada prasangka rasial-rasisme semata-mata didasarkan pada ras dan pada prasangka gender-seksisme pada gendernya.
• RASIALISME
Rasialisme adalah suatu penekanan pada ras atau menitikberatkan pertimbangan rasial. Kadang istilah ini merujuk pada suatu kepercayaan adanya dan pentingnya kategori rasial. Dalam ideologi separatis rasial, istilah ini digunakan untuk menekankan perbedaan sosial dan budaya antar ras. Walaupun istilah ini kadang digunakan sebagai kontras dari rasisme, istilah ini dapat juga digunakan sebagai sinonim rasisme. Jika istilah rasisme umumnya merujuk pada sifat individu dan diskriminasi institusional, rasialisme biasanya merujuk pada suatu gerakan sosial atau politik yang mendukung teori rasisme. Pendukung rasialisme menyatakan bahwa rasisme melambangkan supremasi rasial dan karenanya memiliki maksud buruk, sedangkan rasialisme menunjukkan suatu ketertarikan kuat pada isu-isu ras tanpa konotasi-konotasi tersebut. Para rasialis menyatakan bahwa fokus mereka adalah pada kebanggaan ras, identitas politik, atau segregasi rasial.
• Diskriminasi
Diskriminasi merujuk kepada pelayanan yang tidak adil terhadap individu tertentu, di mana layanan ini dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut. Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam masyarakat manusia, ini disebabkan karena kecenderungan manusian untuk membeda-bedakan yang lain.
Read More...

Beberapa hal yang dapat menyebabkan pecahnya persatuan di antara masyarakat

• ETNOSENTRISME
Etnosentrisme didefinisikan sebagai kepercayaan pada superioritas inheren kelompok atau budayanya sendiri; etnosentrisme mungkin disertai rasa jijik pada orang-orang lain yang tidak sekelompok; etnosentrisme cenderung memandang rendah orang-orang lain yang tidak sekelompok dan dianggap asing; etnosentrisme memandang dan mengukur budaya-budaya asing dengan budayanya sendiri. (Mulyana:2000;70)
Jelas sekali bahwa dengan kita bersikap etnosentrisme kita tidak dapat memandang perbedaan budaya itu sebagai keunikan dari masing-masing budaya yang patut kita hargai. Dengan memandang budaya kita sendiri lebih unggul dan budaya lainnya yang asing sebagai budaya ’yang salah’, maka komunikasi lintas budaya yang efektif hanyalah angan-angan karena kita akan cenderung lebih mebatasi komunikasi yang kita lakukan dan sebisa mungkin tidak terlibat dengan budaya asing yang berbeda atau bertentangan dengan budaya kita. Masing-masing budaya akan saling merendahkan yang lain dan membenarkan budaya diri sendiri, saling menolak, sehingga sangat potensial muncul konflik di antaranya. Contoh konflik yang sudah terjadi misalnya suku dayak dan suku madura yang sejak dulu terus terjadi. Kedua suku pedalaman itu masing-masing tidak mau saling menerima dan menghormati kebudayaan satu sama lain. Adanya anggapan bahwa budaya sendiri lah yang paling benar sementra yang lainnya salah dan tidak bermutu tidak hanya berwujud konfik namun sudah berbentuk pertikaian yang mengganas, keduanya sudah saling mmbunuh atar anggota budaya yang lain. Contoh lainnya, orang Indonesia cenderung menilai budaya barat sebagai budaya yang ’vulgar’ dan tidak tahu sopan santun. Budaya asli-budaya timur dinilai sebagai budaya yang paling unggul dan paling baik sehingga masyrakat kita cenderung membatasi pergaulan dengan orang barat. Orang takut jika terlalu banyak komunikasinya maka budaya asli akan tercemar—budaya barat sebagai polusi pencemar.
• STEREOTIPE
Kesulitan komunikasi akan muncul dari penstereotipan (stereotyping), yakni menggeneralisasikan orang-orang berdasarkan sedikit informasi dan membentuk asumsi orang-orang berdasarkan keanggotaan mereka dalam suatu kelompok. Dengan kata lain, penstereotipan adalah proses menempatkan orang-orang ke dalam kategori-kategori yang mapan, atau penilaian mengenai orang-orang atau objek-objek berdasarkan kategori-kategori yang sesuai, ketimbang berdasarkan karakteristik individual mereka. Banyak definisi stereotype yang dikemukakan oleh para ahli, kalau boleh disimpulkan, stereotip adalah kategorisasi atas suatu kelompok secara serampangan dengan mengabaikan perbedaan-perbedaan individual. Kelimpik-kelompok ini mencakup : kelompok ras, kelompok etnik, kaum tua, berbagai pekerjaan profesi, atau orang dengan penampilan fisik tertentu. Stereotip tidak memandang individu-individu dalam kelompok tersebut sebagai orang atau individu yang unik.
• PRASANGKA
Suatu kekeliruan persepsi terhadap orang yang berbeda adalah prasangka, suatu konsep yang sangat dekat dengan stereotip. Prasangka adalah sikap yang tidak adil terhadap seseorang atau suatu kelompok. Beberapa pakar cenderung menganggap bahwa stereotip itu identik dengan prasangka, seperti Donald Edgar dan Joe R. Fagi. Dapat dikatakan bahwa stereotip merupakan komponen kognitif (kepercayaan) dari prasangka, sedangkan prasangka juga berdimensi perilaku. Jadi, prasangka ini konsekuensi dari stereotip, dan lebih teramati daripada stereotip. Richard W. Brislin mendefinisikan prasangka sebagai sikap tidak adil, menyimpang atau tidak toleran terhadap sekelompok orang. Seperti juga stereotip, meskipun dapat positif atau negatif, prasangka umumnya bersifat negatif. Prasangka ini bermacam-macam, yang populer adalah prasangka rasial, prasangka kesukuan, prasangka gender, dan prasangka agama. Prasangka mungkin dirasakan atau dinyatakan. Prasangka mungkin diarahkan pada suatu kelompok secara keseluruhan, atau seseorang karena ia anggota kelompok tersebut. Prasangka membatasi orang-orang pada peran-peran stereotipik. Misalnya pada prasangka rasial-rasisme semata-mata didasarkan pada ras dan pada prasangka gender-seksisme pada gendernya.
• RASIALISME
Rasialisme adalah suatu penekanan pada ras atau menitikberatkan pertimbangan rasial. Kadang istilah ini merujuk pada suatu kepercayaan adanya dan pentingnya kategori rasial. Dalam ideologi separatis rasial, istilah ini digunakan untuk menekankan perbedaan sosial dan budaya antar ras. Walaupun istilah ini kadang digunakan sebagai kontras dari rasisme, istilah ini dapat juga digunakan sebagai sinonim rasisme. Jika istilah rasisme umumnya merujuk pada sifat individu dan diskriminasi institusional, rasialisme biasanya merujuk pada suatu gerakan sosial atau politik yang mendukung teori rasisme. Pendukung rasialisme menyatakan bahwa rasisme melambangkan supremasi rasial dan karenanya memiliki maksud buruk, sedangkan rasialisme menunjukkan suatu ketertarikan kuat pada isu-isu ras tanpa konotasi-konotasi tersebut. Para rasialis menyatakan bahwa fokus mereka adalah pada kebanggaan ras, identitas politik, atau segregasi rasial.
• Diskriminasi
Diskriminasi merujuk kepada pelayanan yang tidak adil terhadap individu tertentu, di mana layanan ini dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut. Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam masyarakat manusia, ini disebabkan karena kecenderungan manusian untuk membeda-bedakan yang lain.
Read More...

PRASANGKA, DISKRIMINASI DAN ETNOSENTRISME

Prasangka berarti membuat keputusan sebelum mengetahui fakta yang relevan mengenai objek tersebut.
Awalnya istilah ini merujuk pada penilaian berdasar ras seseorang, sebelum memiliki informasi yang relevan yang bisa dijadikan dasar penilaian. Selanjutnya prasangka juga diterapkan pada bidang lain selain ras. Pengertiannya sekarang menjadi sikap yang tidak masuk akal yang tidak terpengaruh oleh alasan rasional
Menurut John E. Farley mengklasifikasikan prasangka ke dalam tiga kategori yakni :
• Prasangka Kognitif merujuk pada apa yang dianggap benar.
• Prasangka Afektif merujuk pada apa yang disukai dan tidak disukai.
• Prasangka Konatif merujuk pada bagaimana kecenderungan seseorang dalam bertindak.
Diskriminasi merujuk kepada pelayanan yang tidak adil terhadap individu tertentu, di mana layanan ini dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut. Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam masyarakat manusia, ini disebabkan karena kecenderungan manusian untuk membeda-bedakan yang lain.
• Diskriminasi langsung, terjadi saat hukum, peraturan atau kebijakan jelas-jelas menyebutkan karakteristik tertentu, seperti jenis kelamin, ras, dan sebagainya, dan menghambat adanya peluang yang sama.
• Diskriminasi tidak langsung, terjadi saat peraturan yang bersifat netral menjadi diskriminatif saat diterapkan di lapangan.
Etnosentrisme adalah kecenderungan untuk melihat dunia hanya melalui sudut pandang budaya sendiri, maksudnya Etnosentrisme yaitu suatu kecendrungan yang menganggap nilai-nilai dan norma-norma kebudayaannya sendiri sebagai suatu yang prima, terbaik, mutlak, dan dipergunakannya tolak ukur untuk menilai dan membedakannya dengan kebudayaan lain.

Etnosentrisme memiliki dua tipe yang satu sama lain saling berlawanan, yakni :
 Tipe pertama adalah etnosentrisme fleksibel.
Seseorang yang memiliki etnosentrisme ini dapat belajar cara-cara meletakkan etnosentrisme dan persepsi mereka secara tepat dan bereaksi terhadap suatu realitas didasarkan pada cara pandang budaya mereka serta menafsirkan perilaku orang lain berdasarkan latar belakang budayanya.

 Tipe kedua adalah etnosentrisme infleksibel.
Etnosentrisme ini dicirikan dengan ketidakmampuan untuk keluar dari perspektif yang dimiliki atau hanya bisa memahami sesuatu berdasarkan perspektif yang dimiliki dan tidak mampu memahami perilaku orang lain berdasarkan latar belakang budayanya.
Kesimpulannya di Indonesia banyak tejadi hal – hal seperti di atas, hal itu dikarenakan beberapa faktor, antara lain perbedaan agama, budaya, keyakinan, dan lainnya. Untuk menghindari hal tersebut dirasa sulit sebab kurangnya wadah untuk menampung hal tersebut, misalnya kurangnya hubungan antar kelompok, kurangnya sosialisasi, dan yang terpenting adalah kurangnya kesadaran dari diri sendiri, apabila hal itu dapat dilakukan niscaya hal – hal diatas tidak akan tumbuh.

Read More...

Selasa, 10 November 2009

Upaya Pemerintah dalam Meningkatkan Kesejaheraan Masayarakat

Peningkatan perlindungan dan kesejahteraan sosial merupakan salah satu prioritas pembangunan bidang sosial terutama perlindungan terhadap mereka yang termasuk ke dalam kelompok penduduk miskin dan rentan. Perlindungan dan kesejahteraan social di Indonesia diwujudkan dalam bentuk bantuan sosial dan jaminan sosial. Dalam meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan para penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS), Pemerintah telah melaksanakan berbagai upaya, antara lain melalui memberikan bantuan dan jaminan sosial, meningkatkan pemberdayaan sosial, menyediakan sarana dan prasarana pelayanan dan rehabilitasi sosial, serta meningkatkan kemampuan dan keberdayaan mereka melalui pendidikan. Selanjutnya, dalam kaitan pembangunan kesejahteraan sosial, penanganan dan penyelesaian permasalahan sosial juga dilakukan melalui skema jaminan sosial berbasis asuransi.
Salah satu strategi mendasar untuk mengatasi masalah kemiskinan dan pengangguran itu adalah dengan menitikberatkan pada solusi yang bersifat permanen, yaitu peningkatan kapabilitas dasar penduduk. Dua faktor penting yang mendasari kapabilitas dasar penduduk, yaitu aspek pendidikan dan kesehatan. Diketahui, kedua aspek itu tidak dapat diwujudkan dalam jangka pendek.
Bantuan sosial (social assistance) merupakan bantuan yang diberikan secara langsung tanpa adanya kewajiban berkontribusi dari masyarakat, sedangkan jaminan sosial (social insurance) berbasis asuransi lebih bersifat sistem yang memanfaatkan iuran setiap peserta. Sistem ini diharapkan mampu melayani seluruh lapisan masyarakat dan memberdayakan mereka yang lemah dan tidak mampu untuk dapat mempertahankan kehidupan yang layak sesuai dengan martabat kehidupan manusia dalam melewati berbagai situasi. Pemerintah secara bertahap terus menyempurnakan system 29 – 2 jaminan sosial berbasis asuransi, terutama, bagi kelompok masyarakat miskin. Jaminan sosial ini merupakan sistem yang mampu melayani seluruh lapisan masyarakat dan memberdayakan mereka yang tidak mampu sehingga dapat mempertahankan
kehidupan yang layak sesuai dengan martabat kehidupan manusia. Pembangunan sistem jaminan sosial nasional dimulai dengan disahkannya UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN).
Sesuai dengan amanat Pasal 28H perubahan kedua, Undang - Undang Dasar 1945, setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. Negara berkewajiban menyelenggarakan pelayanan kesejahteraan sosial yang berkualitas dan produktif sehingga dapat meningkatkan kapabilitas, harkat, martabat dan kualitas hidup penduduk miskin dan rentan, terutama sebagai PMKS. Selain itu, dalam menangani masalah kesejahteraan sosial, Pemerintah mengembangkan prakarsa dan peran aktif masyarakat, mengembangkan sistem perlindungan dan jaminan kesejahteraan sosial, serta memperkuat ketahanan sosial bagi setiap warga Negara agar mereka memiliki kemampuan individual dan kelembagaan yang lebih tinggi dalam mengatasi masalah kesejahteraan sosial.

Read More...

Kamis, 22 Oktober 2009

Peranan Bahasa Indonesia dalam Konsep Ilmiah

Kesulitan utama dalam bahasa Indonesia terdapat pada pengejaan yang sering salah sebuah karya ilmiah, maka pada blog ini akan memperlihatkan asal muasal ejaan tersebut antara lain :
Ejaan van Ophuijsen

Ejaan ini merupakan ejaan bahasa melayu dengan huruf Latin. Charles Van Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma'moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim menyusun ejaan baru ini pada tahun 1896. Pedoman tata bahasa yang kemudian dikenal dengan nama ejaan van Ophuijsen itu resmi diakui pemerintah kolonial pada tahun 1901. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:

1. Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus disuarakan tersendiri dengan diftong seperti mulaï dengan ramai. Juga digunakan untuk menulis huruf y seperti dalam Soerabaïa.
2. Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.
3. Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.
4. Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dsb.


Ejaan Republik

Ejaan ini diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 menggantikan ejaan sebelumnya. Ciri-ciri ejaan ini yaitu:

1. Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb.
2. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak, rakjat, dsb.
3. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
4. Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mendampinginya.

Ejaan Melindo (Melayu Indonesia)

Konsep ejaan ini dikenal pada akhir tahun 1959. Karena perkembangan politik selama tahun-tahun berikutnya, diurungkanlah peresmian ejaan ini.

Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD)

Ejaan ini diresmikan pemakaiannya pada tanggal 16 Agustus 1972 oleh Presiden Republik Indonesia. Peresmian itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972. Dengan EYD, ejaan dua bahasa serumpun, yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia, semakin dibakukan.

Ada empat tempo penting dari hubungan kebudayaan Indonesia dengan dunia luar yang meninggalkan jejaknya pada perbendaharaan kata Bahasa Indonesia. Read More...

Kamis, 08 Oktober 2009

Perkembangan Bahasa Indonesia Saat Ini

Perkembangan Bahasa Indonesia saat ini dapat kita lihat semakin mengkhawatirkan, ada kecenderungan pemakaian bahasa Indonesia di berbagai kalangan mengalami perkembangan yang cukup mengkhawatirkan, yang justru lebih menekankan kepada ekspresi diri, pragmatis, daripada mengikuti kaidah pemakaian bahasa yang baik dan benar dan bahkan mengabaikan aspek estetik serta ungkapan akal budi yang halus. Hal itu dapat dilihat dari pemakaian bahasa yang digunakan sehari-hari. Sebagai permisalan kata saya atau aku menjadi "gw", kamu menjadi "loe", kata seperti itu menjadi bahasa "gaul" untuk berbagai kalangan, bahkan balita pun ikut-ikutan akibat lingkungan sekitar.
Sudah saatnya bahasa indonesia menjadi bahasa persatuan, tida seperti saat ini lebih mendahulukan kedaerahan, masih banyak di beberapa daerah yang tidak mengerti bahasa indonesia padahal mereka merupakan warga negara indonesia. Justru dekat perbatasan malaysia-indonesia, anak-anak justru lebih mengerti bahasa melayu dibandingkan bahasa indonesia, ironis memang. Semoga dengan adanya sekolah gratis mampu meningkatkan bahasa indonesia menjadi lebih baik, sesuai dengan etika dan kaidahnya.
Read More...